Kamis, 05 Februari 2009

Cuci darah dan cangkok ginjal

Minggu, 18 Mei 2008 | 11:17 WIB

KAKAK laki-laki saya berumur 46 tahun telah tiga tahun ini menjalani cangkok ginjal. Untunglah dia pegawai negeri sehingga pembiayaan pengobatan didukung asuransi kesehatan pegawai negeri.

Dia memang sudah lama diketahui menderita batu ginjal dan mengalami infeksi ginjal berkali-kali. Kemudian fungsi ginjalnya menurun secara progresif sehingga tiga tahun lalu dokter memutuskan harus cuci darah. Dia masih mencoba ke kantor semampunya dan juga mulai menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Meski dengan keterbatasan kesehatan, dia mampu melaksanakan tugas utamanya di kantor.

Belakangan ini dia mulai mengalami depresi setelah beberapa orang pasien cuci darah yang dia kenal meninggal dunia. Dia mulai merasa dia juga akan meninggal dalam waktu tak terlalu lama. Saya mencoba menanyakan kepada dokter yang merawat beliau, ternyata keadaan kesehatan kakak saya masih stabil. Ini sesuai dengan kemampuan fisiknya yang kami lihat sebagai orang awam.

Saya mencoba mengerti perasaan kakak saya. Tentu tidak menyenangkan menjalani cuci darah. Dia harus teratur menjalaninya, diantar istrinya. Tak boleh terlambat karena jadwal penggunaan mesin cuci darah amat ketat. Jumlah orang yang memerlukan cuci darah rupanya jauh lebih banyak daripada mesin yang tersedia, apalagi bagi pasien cuci darah yang dibiayai asuransi kesehatan.

Karena sering bertemu, para pasien berkenalan, bersahabat dan bersimpati. Jika ada teman meninggal, mereka ikut sedih, seperti layaknya keluarga sendiri yang meninggal dan secara tidak langsung mengingatkan mereka mungkin tak lama lagi mereka juga akan mengalami hal serupa.

Saya membaca sebenarnya terapi gagal ginjal yang terbaik adalah cangkok ginjal. Kami pernah membicarakan hal ini di keluarga dan karena masih bujangan, saya bersedia menyumbangkan ginjal untuk kakak.

Saya mendapat informasi meski ginjal kita disumbangkan satu sehingga kita hanya hidup dengan satu ginjal, tetapi kualitas hidup kita akan tetap baik. Niat tersebut saya sampaikan kepada kakak saya dan dia ternyata juga amat antusias.

Setelah mendapat informasi lebih banyak dari dokter yang merawat kakak saya ternyata ada beberapa kendala. Salah satunya biaya. Ternyata asuransi kesehatan belum dapat membiayai cangkok ginjal.

Pertanyaan saya, kenapa asuransi kesehatan belum bersedia membiayai cangkok ginjal di Indonesia? Apakah di negara lain juga begitu? Bagaimana dengan kemampuan rumah sakit Indonesia dalam melaksanakan cangkok ginjal? Apakah mungkin dalam waktu dekat terapi cangkok ginjal lebih memasyarakat dan terjangkau? Terima kasih atas penjelasan Dokter. Apa penyebab gagal ginjal dan bagaimana mencegah agar kita tak sampai mengalami gagal ginjal?

M di J


Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia memang meningkat. Sebenarnya kakak Anda cukup beruntung karena banyak penderita gagal ginjal tak mendapat kesempatan menjalani cuci darah, biasanya disebabkan biaya cuci darah yang cukup mahal padahal tindakan cuci darah harus dilakukan 2-3 kali seminggu seumur hidup. Jadi, dapat kita bayangkan berapa biaya yang harus disediakan.

Jika kakak Anda harus membayar sendiri, mungkin beliau harus mengeluarkan uang sampai jutaan rupiah untuk cuci darah serta konsultasi dokter, pemeriksaan laboratorium, dan biaya lainnya.

Cangkok ginjal memang merupakan terapi pilihan untuk gagal ginjal terminal. Gagal ginjal di Indonesia biasanya disebabkan infeksi, batu, dan diabetes melitus. Belakangan ini kasus gagal ginjal pada penderita lupus eritematosus sistemik juga meningkat. Ini menambah antrean penderita yang memerlukan cuci darah.

Tindakan cangkok ginjal di Indonesia sudah lama dilaksanakan, bahkan terapi ini sudah tersebar di beberapa kota besar, tidak hanya di Jakarta.

Pelopor cangkok ginjal di Indonesia, mendiang Prof Sidabutar, telah berupaya menjadikan terapi cangkok ginjal lebih mudah diakses masyarakat yang memerlukan. Halangan utama yang dihadapi adalah kurangnya donor ginjal serta biaya terapi yang mahal.

Untuk mengatasi kekurangan donor ginjal, profesi kedokteran telah meminta fatwa para tokoh agama untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa mendonorkan ginjal merupakan tindakan halal dan bahkan merupakan tindakan mulia. Di negara yang banyak melakukan cangkok ginjal donor ginjal yang banyak adalah justru dari donor jenazah, bukan dari orang hidup. Majelis ulama setahu saya telah membenarkan pengambilan ginjal donor dari jenazah ini.

Di beberapa negara, orang yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas, misalnya, ginjal akan digunakan sebagai donor sewaktu orang tersebut mengalami mati batang otak. Ginjal yang disumbangkan akan bermanfaat untuk mereka yang memerlukan.

Kenyataannya, di Indonesia donor ginjal masih dari orang hidup sehingga sulit mendapatkan ginjal dalam jumlah lebih banyak. Donor ginjal dari jenazah (kadaver) belum berjalan.

Masalah kedua adalah biaya. Cangkok ginjal memerlukan tindakan operasi, obat untuk menekan penolakan ginjal yang dicangkokkan, serta berbagai obat penunjang keberhasilan cangkok ginjal. Biayanya memang dapat mencapai ratusan juta rupiah, tetapi menurut perhitungan pakar sebenarnya biaya cangkok ginjal lebih murah daripada biaya cuci darah yang berkepanjangan.

Masyarakat memang amat berharap asuransi kesehatan, utamanya milik pemerintah, dapat memelopori dukungan terhadap biaya cangkok ginjal ini. Meski kita memahami pengeluaran biaya cangkok yang besar secara sekaligus ini akan memberatkan keuangan perusahaan asuransi, tetapi kita juga memahami keputusan tersebut memerlukan perhitungan dan pertimbangan matang.

Sebenarnya cangkok ginjal di Indonesia masih berjalan. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebenarnya masih dilakukan cangkok ginjal meski jumlahnya tidak banyak. Sekiranya masalah donor dan biayanya dicarikan jalan keluarnya, banyak penderita dapat ditolong. Di samping itu, pengalaman rumah sakit di Indonesia akan meningkat yang akan berbuah pada mutu layanan yang lebih baik.

Tampaknya masyarakat, profesi kedokteran, pemerintah dan swasta perlu diingatkan kembali pada pentingnya cangkok ginjal.

Sudah tentu cara yang termurah adalah memelihara kesehatan, termasuk kesehatan ginjal, caranya lebih mudah dan juga lebih murah. Jalanilah gaya hidup sehat. Periksakan diri secara teratur untuk mendeteksi hipertensi, diabetes melitus, atau infeksi ginjal. Obati infeksi ginjal dengan baik.

Jika ada batu ginjal, berobatlah; jangan sampai jatuh pada keadaan terlambat, yaitu gagal ginjal terminal. Penderita diabetes melitus harus berupaya mengendalikan kencing manisnya agar tidak timbul penyulit gagal ginjal. Begitu pula penyakit lupus eritematosus sistemik harus dikendalikan karena salah satu penyulitnya adalah gagal ginjal.

Selain itu, perlu hati-hati mengonsumsi obat dalam jangka panjang. Beberapa obat memengaruhi fungsi ginjal dan jika obat tersebut digunakan tanpa memantau fungsi ginjal akan dapat menimbulkan gagal ginjal.

Saya merasa prihatin dengan keadaan kakak Anda serta para penderita gagal ginjal lainnya. Mudah-mudahan kita bersama dapat mencari jalan keluar untuk menolong saudara-saudara kita itu.



Sumber : KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar